1. Pengertian Budaya Islam
Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah “pikiran, akal budi, hasil.”. Sedangkan pengertian membudayakan yakni merupakan “mengajar supaya mempunyai budaya, mendidik supaya berbudaya, membiasakan sesuatu yang baik sehingga berbudaya.”[1] Dalam bahasa Sansekerta kata kebudayaan berasal dari kata Budh yang berarti akal, yang kemudian menjadi kata budhi atau bhudaya sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi merupakan akal yaitu unsur rohani dan daya adalah perbuatan dari unsur jasmani. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari akal dan ihktiar manusia.[2]
Secara terminologi, kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.[3] Sementara Budaya Islam adalah sekumpulan nilai-nilai agama Islam yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan simbol-simbol dalam penganut agama Islam. Aktivitas beragama tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual ibadah tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.[4] . Karena itu motivasi hidup hanyalah ibadah (dalam arti yang luas) kepada Allah, sebagai realisasi diri terhadap amanah Allah SWT.[5]
2. Prilaku Islami
Perilaku Islami ialah perilaku yang mendatangkan kemashlahatan kebaikan, ketentraman bagi lingkungan.[6] Diantaranya taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin ibadah, cerdas, produktif, jujur adil, etis, disiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan perilaku islami dalam komunitas sekolah.
Hal tersebut bisa terjadi ketika nilai yang dianut dirumuskan dan disepakati bersama untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang telah disepakati tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya sosialisasi, perencanaan, aksi, dan evaluasi yang benar-benar matang. Untuk itu seluruh civitas akademika di sekolah harus mampu melakukan internalisasi nilai-nilai keislaman (Islamic Values) dalam segala aspek kehidupan dalam prilaku.
berperilaku Islami mutlak diterapkan di sekolah sehingga mengharuskan seluruh komunitas sekolah untuk melakukan Islamisasi ide, aktifitas, dan hasil karya mereka. Proses Islamisasi menyangkut tiga tataran, yaitu tataran nilai yang dianut, tataran proses pendidikan yang dipraktekkan, dan tataran hasil yang dilestarikan. Jika di ibaratkan dengan sebuah pohon, akar yang menghujam dengan kuat ke dalam tanah akan menghasilkan batang dan dahan yang kuat pula serta membuahkan hasil yang maksimal. Dalam pandangan Islam, iman sebagai akar, amal sholeh dan akhlak mulia sebagai batang dan dahan, dan taqwa sebagai buahnya. Dengan kata lain, iman yang diikuti dengan akhlak mulia dan amal sholeh akan menghasilkan ketaqwaan. Ketaqwaan juga mestinya menjadi barometer keberhasilan bagi seluruh barometer output sekolah. Oleh karena itu, seluruh ide, aktivitas, dan wujud fisik di sekolah mesti berjiwakan keimanan, amal sholeh, dan akhlak.
.................................................................
[1] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 130-131
[2] Supartono Widyosiswoyo, (2009) Ilmu Budaya Dasar, Bogor: Ghalia Indonesia, hal 30
[3] Koencoroningrat (2009) Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, , Hal. 144
[4] Muhaimin (2004) Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya. hal. 281
[5] Abdul Mujib (2012) Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam , Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hal. 89.
[6] Said Howa, (1994) Perilaku Islam, Jakarta: Studio Press, hal 34,